Search Engine

Kamis, 18 Maret 2010

Akhir Cerita Century


Pansus Century telah memulai pemeriksaan saksi-saksi sejak 16 Desember 2009 sampai dengan terakhir tanggal 21 Januari 2010 atau bertepatan dengan pertemuan SBY dengan 7 pimpinan lembaga negara. Diperkirakan akan ada rekomendasi sementara pada tanggal 28 Januari 2010 atau bertepatan dengan berakhirnya 100 hari pemerintahan SBY-Boediyono.

Sepanjang pengamatan saya, belum ada kemajuan berarti atas fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan saksi-saksi dalam rapat pansus century. Perdebatan tentang dampak sistemik yang mendasari keputusan bailout belum ada ujung akhirnya. Akibatnya sejauh ini terdapat tiga sikap pansus century, yaitu mendukung bailout, menolak bailout dan menganggapnya melanggar peraturan perundangan, dan yang terakhir yang bersikap abu-abu atau belum jelas sikapnya.

Menurut Gayus Lumbun, jika tidak ada kesepakatan mengenai rekomendasi dalam rapat pleno pansus, maka voting dalam rapat paripurna akan menjadi penentunya. Melihat komposisi yang mendukung bailout (F-PD, F-PPP, F-PAN, F-PKB), maka keempat fraksi tersebut menguasai 46,1% suara. Sedangkan yang menolak bailout (F-PDIP, F-Partai Gerinda, F-Partai Hanura) hanya menguasai 24,2%. Oleh karena itu voting dalam rapat paripurna tentang rekomendasi pansus century akan ditentukan oleh mereka yang masih bersikap abu-abu (F-PG dan F-PKS) yang menguasai 29,7% suara. Beranikah F-PG dan F-PKS yang merupakan partai koalisi pemerintah menentang kebijakan yang diambil pemerintah dalam bailout century?

Melihat konstelasi politik akhir-akhir ini, rekomendasi pansus century diduga akan antiklimaks dengan hiruk-pikuk yang terjadi dalam proses pemeriksaan saksi-saksi. Manuver SBY dan Partai Demokrat yang mulai meniupkan isu reshuffle dan pertemuan dengan 7 pimpinan lembaga negara akan memberi tekanan besar dengan kinerja pansus yang mulai memasuki tahap-tahap krusial.

Fakta tentang aliran dana century yang menjadi kunci ada tidaknya tindak pidana dalam keputusan bailout century mulai bermunculan. Boedi Sampurna dan Lukas mulai bersuara. Amiruddin yang menerima aliran dana century sebesar Rp 30,5 miliar juga mulai melakukan klarifikasi. Semuanya menunjukkan tidak adanya keganjilan dalam pengucuran dana century. Melihat fakta-fakta di atas, masih adakah peluang bagi yang mengkriminalisasi keputusan bailout century?

Pintu untuk menguak adanya tindak pidana dari keputusan bailout Bank Century tampaknya semakin tertutup. Pembuktian adanya niat jahat di balik bailout tersebut semakin hari semakin gelap. Padahal hanya dengan membuktikan adanya niat jahat atau opset atau mens rea kebijakan bailout century bisa dikriminalisasikan. Mari kita lihat satu per satu cara atau teknik untuk membuktikan adanya niat jahat tersebut.

Pertama adalah melalui rekam jejak komunikasi antara pihak-pihak terkait. Hubungan telpon dan sms merupakan media untuk mengetahui adanya niat jahat di balik kebijakan bailout tersebut. Namun mengamati perkembangan yang ada, KPK diketahui melakukan penyadapan di saat Susno Duadji terlibat dalam proses pencairan uang Boedi Sampurna di Bank Century. Jauh hari sebelumnya terutama saat proses pengambilan keputusan bailout tidak diketahui apakah KPK melakukan penyadapan atau tidak. Jika KPK melakukan penyadapan terhadap pihak-pihak terkait, peluang terkuaknya niat jahat tersebut kemungkinan besar bisa terungkap. Jika sebaliknya, debat dampak sistemik tampaknya tidak akan selesai sebagaimana pendapat 2 kutub ahli ekonomi (Chatib Basri, Faisal Basri, Fauzi Ikhsan) yang pro dampak sistemik dengan ahli ekonomi yang berseberangan (Ichsanudin Noorsyi, Hendri Saparini, Rizal Ramli, Kwik Kian Gie, dan Drajat Wibowo).

Teknik kedua untuk bisa membuktikan adanya niat jahat di balik keputusan bailout century adalah membuktikan adanya aliran dana century. Sejauh ini, PPATK belum bisa menemukan aliran dana kepada para pihak yang mengambil keputusan bailout tersebut. Sebagaimana dicontohkan di atas, Amiruddin si penerima Rp 30,5 miliar yang sebelumnya diduga Susno Duadji merupakan pegawai bengkel ternyata merupakan salah satu nasabah century kelas kakap (pengusaha terkenal di Makassar). Jadi usaha membuktikan niat jahat dengan melalui pembuktian aliran dana kepada pihak terkait masih menemui jalan buntu. Pada tulisan sebelumnya, penulis menyarankan agar pansus century tidak mengandalkan kinerja PPATK, tetapi melakukan lobi tingkat tinggi dengan banker-banker senior secara informal. Jika berhasil mendapatkan informasi yang diinginkan, baru pansus meminta PPATK untuk menindaklanjuti. Mampukah pansus melakukannya mengingat waktu yang semakin sempit?

Teknik ketiga masih terkait dengan teknik kedua, yaitu validasi data-data di Bank Century terkait dengan aliran dana century. Jasa computer forensic bisa digunakan dalam hal ini. Computer Forensic akan mampu merekonstruksikan data-data nasabah century yang sebenarnya. Computer Forensic mampu me-recovery data-data nasabah century yang dihapus atau disembunyikan dengan maksud tertentu sepanjang data-data tersebut tidak di-replace berkali-kali. Pertanyaannya adalah mampukah pansus memerintahkan validasi data-data nasabah century mengingat adanya kerahasiaan perbankan?

Teknik keempat adalah mencari missing-link atau pihak-pihak yang diduga mempunyai informasi vital terkait keputusan bailout ini. Dalam tulisan sebelumnya, penulis menyarankan untuk mencari informasi dari Boedi Sampurna dan orang-orang kepercayaannya, Lukas (pengacara), pemegang saham century, dll. Namun ternyata Boedi Sampurna yang merupakan saksi kunci menyatakan bahwa dirinya tidak mengenal pejabat KSSK/KK dan petinggi Demokrat, tidak mendanai Jurnal Nasional yang menjadi corong Partai Demokrat, dan menyatakan bahwa dirinya hanya menjalankan bisnis biasa. Demikian juga Lukas, pengacara Boedi Sampurna yang terkenal mempunyai kemampuan lobi luar biasa kurang lebih menyatakan hal yang sama, bahwa Boedi Sampurna bukanlah otak dibalik bailout ini, namun justru Boedi Sampurna merupakan korban Robert Tantular cs. Namun tidak ada salahnya pansus tetap memanggil mereka, siapa tahu ada informasi krusial yang berharga. Namun penulis menyarankan agar pansus melakukan pendekatan-pendakatan informal dengan para pihak tersebut, sebelum dilakukan permintaan keterangan secara resmi.

Tidak ada seorang pun yang bisa memprediksi hasil ke depan. Itu adalah hak prerogratif Yang Maha Kuasa. Manusia hanya disarankan untuk berusaha semaksimal mungkin. Jika usaha keras telah dilakukan, apapun hasilnya adalah yang terbaik bagi bangsa dan negara ini. Semoga kasus century ini bisa menjadi pembelajaran berharga bagi kita semua, apapun hasil akhirnya.

Link:
http://polhukam.kompasiana.com/2010/01/24/akhir-cerita-century/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar