Search Engine

Senin, 22 Maret 2010

Photobucket

My son in action dan ilustrasi dari kompas

Setiap hari sabtu merupakan hari terindah bagi putra kesayanganku. Semangatnya selalu berkobar kala menyiapkan diri untuk mengikuti futsal di sekolahnya. Selesai permainan, kami selalu menganalisa jalannya pertandingan futsal tersebut. Dengan berbinar, putraku selalu menceritakan bagaimana aksinya kala bertanding. Soal kalah-menang tidak terlalu menjadi fokus. Baginya dengan bermain sebaik mungkin, bekerjasama dengan kawan satu tim, tertawa riang kala timnya mencetak gol, meringis kesakitan saat terjatuh, dan teriakan emosional ketika gagal memanfaatkan peluang merupakan momen terindah dan menarik untuk diceritakan.

Rasanya setiap orang tua akan punya perasaan yang sama dengan saya ketika melihat anak-anaknya bermain bola. Selalu saja orang tua yang menyaksikan permainan di pinggir lapangan berbinar ketika menyaksikan anaknya bermain. Dimanapun anak-anak bermain sepakbola, di kota, di desa, di sudut jalan yang sempit, dan di mana saja ada kesempatan bermain bola, disitulah ditemukan kebahagiaan anak-anak sekaligus orang tuanya. Sebagian besar anak laki-laki menyukai permainan sepakbola dan biasanya orang tua mendukungnya, kecuali dalam film “Garuda di Dadaku” ketika Bayu, sang pemain utama tidak didukung kakeknya bermain sepakbola.

Entah bagaimana asal mulanya olahraga ini bisa begitu populer. Saking populernya kabarnya olahraga ini mempunyai penggemar terbesar di seluruh dunia dibanding cabang olahraga yang lain. Olahraga yang awalnya dimainkan oleh penduduk Afrika ini memang sarat dengan kesenangan, dengan kebersamaan. Walaupun toh-tentu saja-emosi yang terlibat tidak melulu emosi positif. Tetapi kesenangan dan kegembiraan yang ditimbulkan olehnya seperti magnet yang bisa menarik siapa saja untuk turut serta berada bersamanya. Entah itu sebagai penonton, pemain ataukah bahkan penjual makanan. Di tingkat yang lebih tinggi magnet dari permainan bola lebih besar lagi. Kabarnya perputaran uang yang terlibat di dalamnya telah melampaui 12 digit. Sungguh fantastis.

Faktor apakah sebenarnya yang menyebabkan olahraga ini begitu “istimewa”? Istimewa euforianya, sampai orang rela begadang semalaman menahan kantuk untuk menontonnya? Yang bisa merubah orang yang paling pendiam sekalipun berteriak gembira bahkan histeris ketika sang bola bundar bersarang di gawang lawan? Spontan berpelukan bahkan berciuman dengan orang di sebelahnya yang barangkali tidak dia kenal? Apakah itu yang membuat para suami rela meninggalkan kehangatan di ranjang bersama istri “hanya” untuk menyaksikan si bundar hilir mudik kesana-kemari? Bahkan banyak para perempuan yang semula tidak menyukai olahraga ini berubah menjadi fans berat gara-gara suaminya yang telah dibuat tergila-gila? Kalau ada poligami yang tidak diprotes oleh para wanita mungkin karena madu-nya adalah sepak bola! Dan kalau ada yang membuat istri cuma tersenyum ketika sang suami memilih melotot di depan televisi daripada mendekap dirinya, mungkin sepak bola ini juga jawabnya!

Sering terbayang di mata saya nun jauh di kampung halaman ketika masa kecil dulu. Setiap sore, di lapangan Gulun di desa Kejuron Madiun, selalu dipenuhi penikmat bola, mulai dari pemain amatir, anak-anak kecil (SD-SMP), ibu-ibu yang sedang menyuapi anaknya sambil menikmati riuh-rendah permainan bola, sampai kakek/nenek yang selalu tersenyum memandang para pemain mengolah si kulit bundar sambil sesekali mengomentari jalannya permainan. Tidak lupa, pedagang keliling mangkal di tepi lapangan memanfaatkan kesempatan untuk mengais rejeki.

Di lapangan Gulun seluas + 1500 M2 tersebut dipenuhi talenta para pemain bola. Di lapangan utama, biasanya dipakai oleh klub Gajah Mas yang menjadikan lapangan tersebut sebagai “basecamp”. Di pinggir lapangan di sekitar lapangan utama, banyak sekali para pemain bola yang rata-rata membentuk semacam “klub” sendiri. Tanpa memakai sepatu bola alias “nyeker”, tanpa seragam (cukup diatur dengan cara bertelanjang dada bagi tim yang kebobolan terlebih dahulu), dan dengan gawang yang ditandai dengan sendal jepit atau batu, mereka bermain penuh kegembiraan.

Saya sendiri tergabung dengan klub “Thung-Slep”, sebuah nama berbau porno yang merupakan ide Warno, seorang pemuda pengangguran yang sering punya ide mengarah ke Viktor (Vikiran Kotor). Di klub ini, Endar, seorang anak yang dirawat kakek-neneknya yang berprofesi sebagai penjual bubur, adalah seorang pemain penuh talenta. Dribbling-nya luar biasa, fisiknya sangat kuat, larinya cepat laksana kijang ketika menyisir tepi lapangan, dan keberaniannya “bertarung” menghadapi lawan menjadi ciri khas Endar. Sering saya iri dengan Endar yang selalu menjadi idola penonton, meskipun dengan jujur Endar juga iri dengan saya yang menjadi bintang di sekolah plus punya orang tua terpandang. Kami merupakan perpaduan sempurna. Endar sering memberi umpan matang kepada saya untuk mencetak gol, sedangkan saya sering memberi contekan kepadanya ketika ada ulangan (baca: ujian) di kelas. Masa kecil kala bermain bola merupakan masa-masa indah tak terlupakan. Siapapun bisa bermain bola, tidak peduli dia pintar atau bodoh, tidak peduli dia kaya atau miskin, tidak peduli status sosial atau apapun yang membuat kita sering terkotak-kotak.

Photobucket

Ilustrasi dari googling

Ketika hari proklamasi tiba, kemeriahan di lapangan Gulun menjadi makin sempurna. Berbagai lomba diadakan, namun yang menjadi favorit penonton adalah pertandingan ekshibisi antara pemain Gajah Mas, sebuah klub yang disegani di Madiun melawan para “bencong” yang banyak “ngekos” di rumah-rumah di sekitar lapangan Gulun. Lucunya para pemain Gajah Mas tersebut diwajibkan memakai rok perempuan, sedangkan para “bencong” berdandan menor bak ratu kecantikan.

Pertandingan dilakukan menggunakan setengah lapangan bola, dikelilingi para penonton yang sangat padat. Ketika peluit tanda pertandingan dimulai, teriakan-teriakan khas “bencong” plus hiruk-pikuk suara tawa penonton mendominasi suasana pertandingan. Dengan pakaian ala wanita, membuat pemain Gajah Mas terlihat kikuk dan tidak bisa berlari seperti biasanya. Belum lagi ketika berhadapan dengan “bencong” yang punya motto:”Bola boleh lewat, namun pemain harus ditangkap”, membuat para pemain Gajah Mas tidak bisa memamerkan teknik-teknik bola tingkat tinggi yang dikuasainya.


Penonton tertawa terpingkal-pingkal kala “bencong” mampu “menangkap” pemain Gajah Mas yang terlihat tersipu-sipu. Ketika wasit memberi kartu kuning kepada “bencong” akibat tindakannya tersebut, wasit justru mendapat hadiah ciuman. Melihat adegan tersebut, pemain “bencong” lainnya ikut-ikutan ingin memberi ciuman kepada wasit yang kebetulan sangat ”imut”. Akibatnya wasit lari terbirit-birit dikejar para “bencong”. Lapangan bola seperti pecah menahan tawa histeris penonton menyaksikan adegan super konyol tersebut.

Pertandingan makin “hot” tatkala pemain Gajah Mas yang berhasil mencetak gol. Bukannya dikerubuti temannya tanda suka cita, namun pencetak gol tersebut justru dipeluk pemain lawan. Hal inilah yang membuat pemain Gajah Mas lainnya tidak berani mencetak gol lagi … hii …. ”ngeri” kali. Saya kadang-kadang berpikir, coba kalau pemain Persipura, sang juara Liga Super 2009, menerapkan strategi ini, pasti kekalahan memalukan 9-0 di Cina tidak akan terjadi.


Pertandingan selanjutnya menjadi semakin heboh, ketika kiper tim bencong memasukkan bola ke roknya, kemudian berlari ke arah gawang Tim Gajah Mas dan tidak ada satupun pemain Gajah Mas berani menghadang. Setelah mendekati gawang bola baru dikeluarkan dari rok dan langsung ditendang ….. golllllll …… Wasit terpaksa mengesahkan gol tersebut karena mendapat ancaman dari Tim Bencong akan dicium jika tidak mengesahkan gol tersebut.

Selanjutnya Tim Bencong lebih banyak melakukan aksi-aksi selibriti yang membuat penonton menangis menahan tawa. Para pemain Gajah Mas pun hanya tersipu malu di sisa waktu tersebut sampai akhirnya pertandingan berakhir dengan skor 1-1. Pertandingan bola memang milik siapa saja, tidak peduli pemainnya punya teknik tinggi seperti pemain Gajah Mas ataupun pemain “transgender” yang aksi-aksinya mampu menyihir penonton yang hadir.

Kenangan itu begitu membekas di benak saya, dan selalu bisa membuat saya tersenyum kembali bila mengingatnya. Saya yakin, nun di sana entah berapa ribu dan mungkin juta manusia yang memiliki kenangan yang tak kalah indah dengan yang saya miliki tentang bola. Bagi saya keindahan dan kegembiraan bola beserta kenangan tentangnya adalah penggalan surga yang turun di muka bumi untuk dinikmati manusia-manusia yang penuh dosa ini. Bila pulau Bali di katakan sebagai secuil tanah surga yang “terlempar” ke bumi, mungkin sepakbola adalah secuil keindahan surga yang atas kehendakNya terlekat erat di benak manusia-manusia fana ciptaanNya. Yang merajut kebersamaan tanpa mengenal batasan lagi ketika mata tertuju kepada si bundar yang ditendang-tendang. Kebersamaan yang universal. Mungkinkah sepak bola sebenarnya adalah olahraga para makhluk surga yang diturunkan oleh Yang Maha Kuasa secara laduni (malaikat turun ke dunia menyamar sebagai manusia dan mengajarkan ilmu atas seijin Allah)? Entahlah.

Photobucket

Ilustrasi dari googling

Ketika manusia semakin menghargai kesetaraan, dan pengakuan terhadap perempuan semakin tinggi, para wanita bahkan akhirnya turut serta berpartisipasi sebagai pemain bola seperti halnya rekan-rekan prianya yang telah lebih dahulu berkiprah bersama si bola bundar. Amerika Serikat, Brasil, Cina, Jerman merupakan negara-negara yang mempunyai tim sepakbola wanita terbaik di dunia. Mereka silih berganti menjadi juara dunia atau juara olimpiade. Sepakbola telah menembus batas jenis kelamin.

Photobucket

Persahabatan Younis dan Hawar (pahlawan sepakbola Iraq) serta tentara dan penduduk Iraq sedang bermain bola di tengah perang yang tidak kunjung usai

Indonesia pernah menjadi saksi sejarah ketika Irak menjuarai Piala Asia. Perang/kerusuhan yang sedang berkecamuk di Irak berhenti. Semua kompak menyaksikan tim nasional mereka mengalahkan Arab Saudi pada partai puncak Piala Asia 2007 di stadion Gelora Bung Karno.

Tim Irak yang terdiri dari berbagai suku yang sedang bertikai, bahu-membahu membela negaranya. Younis Mahmoud (suku Sunni) mencetak gol dengan sundulannya memanfaatkan umpan silang Hawar Mulla Mohammed Taher Zeebari (suku Kurdi). Sebagaimana kita ketahui antara Syiah, Sunni, Kurdi terus-menerus saling bermusuhan. Dengan sepakbola mereka bersatu padu dan membawa kedamaian. Sepakbola bisa dimainkan siapa saja, tidak peduli apa suku, ras, agama, atau keyakinan Anda. Sungguh sepakbola telah membawa kedamaian bagi kita semua.

Photobucket

Presiden Iran (Mahmod Ahmadinejad), Presiden Amerika Serikat (Barrack Obama), dan Presiden Bolivia (Evo Morales) sedang menujukkan kemampuannya bermain sepakbola (sumber: googling)

Sepakbola adalah bahasa universal untuk saling bekerjasama dalam rangka mencapai tujuan bersama. Posisi pemain dari mulai penjaga gawang, pemain bertahan, pemain tengah, dan penyerang memainkan perannya masing-masing. Paduan permainan mereka di bawah arahan seorang manajer (pelatih) ibarat orkesta sepakbola yang bisa dinikmati penonton. Orkesta sepakbola tersebut akan semakin indah dilihat jika semangat “fair play” dijunjung tinggi. ‘Say ‘No!’ to Racism’ adalah salah satu slogan sepakbola. Siapapun bisa memainkannya, apakah Anda berkulit sawo matang, putih, kuning, atau hitam, tidak ada satu orang pun yang berhak melarang Anda memainkan bola. Sepakbola tidak mengenal apa kedudukan Anda. Semuanya mempunyai kedudukan sama di lapangan. Seorang petugas kebersihan sampai seorang presiden berhak memainkan sepakbola. Andai saja, pemimpin dunia mau bermain sepakbola, kekacauan dunia mungkin saja akan sirna. Semua perbedaan menjadi rahmat buat semua. Sepakbola bisa menyatukan mereka semua.

Photobucket

Ilustrasi dari googling

Bahkan, sepakbola juga bisa dimainkan oleh orang-orang yang diberikan fisik tidak sempurna. Lihatlah gambar di samping ini, mereka tetap bergembira memainkan si kulit bundar di tengah keterbatasan mereka. Saya pernah menyaksikan sahabat kita para tuna netra memainkan sepakbola di lapangan Gulun-Madiun. Bola diberi “klinthingan” alias lonceng kecil sehingga kemana bola bergerak, para pemain tuna netra bisa mendeteksi keberadaan bola tersebut berada. Hebatnya, mereka jarang sekali bertabrakan dengan lawan atau kawannya ketika memperebutkan bola. Selayaknya pemain bola profesional, mereka bermain dengan semangat tinggi dan sering memainkan teknik-teknik yang mengundang desis kekaguman.


Sungguh berbeda dengan kami yang pernah mencoba memainkan sepakbola dengan wajah ditutup dengan karton berbentuk corong, sehingga sudut pandang hanya ke depan. Sering kami bertabrakan dengan rekan satu tim atau lawan. Ketika menemukan bola, kami langsung menendangnya sekuat tenaga tanpa memperdulikan rekan satu tim. Skema permainan tidak berjalan. Kami benar-benar kesulitan memainkan sepakbola dengan cara seperti itu. Syukur kami kepada Yang Maha Kuasa yang masih memberikan kami penglihatan dan fisik yang sempurna.

Photobucket

Para seniman sepakbola: Zinedine Zidane, Lionel Messi dan Diego Armando Maradono, Cristiano Ronaldo (sumber: googling)

Sepakbola merupakan seni indah yang bisa dinikmati siapa saja. Mungkin Anda sudah pernah memainkan sepakbola ratusan kali atau pernah menyaksikan sepakbola ribuan kali. Pernahkah Anda melihat ada suatu pertandingan sepakbola yang sama persis dengan pertandingan-pertandingan sebelumnya? Itulah seni sepakbola. Selalu saja ada hal yang baru, sesuatu yang sering mengejutkan dan menghibur para penontonnya. Aksi para seniman bola membuat lukisan keindahan tiada tara. Lihat saja aksi-aksi para seniman sepakbola seperti Pele, Maradona, Zinedine Zidane, Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi. Setiap sentuhannya pada bola merupakan suatu keindahan. Kemampuan dribbling-nya yang memukau, passing-nya yang begitu sempurna, power-nya yang luar biasa merupakan perpaduan skill yang dimiliki sang seniman sepakbola.

Maradona dan Messi pernah mencetak gol dengan tangan. Maradona melakukannya ke gawang Peter Shilton ketika Inggris berhadapan dengan Argentina di Piala Dunia 1986. Sedangkan Messi memasukkannya ke gawang Espanyol pada tahun 2007. Gol itulah yang mendapat julukan ”Gol Tangan Tuhan”. Gocekan maut Maradona dari lapangan tengah kala melewati 5 pemain Inggris dan gocekan Messi melewati para pemain Getafe merupakan seni terindah dalam sepakbola. Sungguh sepakbola adalah karya seni yang luar biasa.

Photobucket

Ilustrasi dari googling: babi-gajah-ayam-ikan bermain bola

Bukan saja manusia, makhluk lain di bumi juga memainkan sepakbola. Lihat saja atraksi sepakbola gajah di PLG Way Kambas atau aksi-aksi hewan melata lainnya. Melihat hal ini semua, kadang-kadang saya berpikir, jangan-jangan makhluk ghaib juga memainkan sepakbola.

Photobucket
Ilustrasi dari googling: Kuda, Gajah, dan Semut bermain sepakbola

Subhanallah, sepakbola benar-benar luar biasa. Siapa saja bisa memainkannya, tidak peduli tingkatan umur, jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan (jabatan), dan segala macam perbedaan yang ada di dunia. Bahkan satwa pun, secara alamiah bergembira memainkannya. Sepakbola membawa kedamaian dan kebahagiaan bagi siapa saja yang menikmatinya, baik sebagai pemain maupun penonton. Sepakbola merupakan mahakarya seni keindahan yang mengagumkan. Oleh karena itu, salahkah jika saya mengatakan bahwa sepakbola merupakan olahraga dari surga yang diturunkan Yang Maha Kuasa ke dunia?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar