Search Engine

Selasa, 18 Mei 2010

PKS: Bersih dan Peduli??


Membaca berita (lihat di sini) bahwa PKS akan menggelar munas di hotel mewah Ritz Carlton pada 16-20 Juni 2010, hati saya langsung bergetar. Bayangkan saja, jika Partai Golkar yang mengadakan Munas di Pekanbaru pada September 2009 yang lalu dengan total 1.200 peserta membutuhkan dana Rp 10 miliar (di sini), berapa biaya Munas PKS dengan total 2.700 peserta dengan lokasi Jakarta dan hotel internasional yang rata-rata tarif kamarnya itu berkisar 300-an dolar Amerika per malam? Sebagai simpatisan partai dakwah ini, saya langsung prihatin membaca berita tersebut. Apa yang sedang terjadi dengan partai dakwah ini?
Berita tentang ditahannya sahabatku, Muhammad Misbakhun, belum redup. “Pembelaan” PKS kepada Gubernur Sumatera Utara, Samsul Arifin, yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus APBD Kabupaten Langkat juga belum sepenuhnya sirna. Sebelumnya mantan Gubernur Sumatera Selatan, Syahrial Oesman, yang didukung PKS pada pencalonan Gubernur Sumsel periode 2009-2014, beritanya belum hilang. Publik juga belum hilang ingatan tentang polemik Nunun Nurbaeti terkait kasus suap ke anggota DPR (Nb. Nunun adalah istri Adang Darajatun, calon gubernur DKI Jakarta yang didukung PKS dan saat ini menjadi anggota legislatif dari PKS). Akhir 2009 yang lalu, mantan Presiden PKS, Tifatul Sembiring juga membuat sensasi yang akhirnya mendapat teguran presiden SBY. Dengan kondisi tersebut, apa yang sedang dicari partai dakwah ini, dengan sensasi Munas di hotel super mewah tersebut?
Sebelum membahas lebih lanjut, sebagai perbandingan atau inspirasi bagi PKS, kita lihat contoh kesederhanaan ala Jamaah Tabligh (JT) berikut ini.
Pada sekitar bulan Agustus 2008, Jamaah Tabligh (JT) menyenggarakan pertemuan para da'i Gerakan JT. Acara yang dihadiri oleh lebih dari 50-ribuan orang dari dalam dan luar negeri ini diadakan di hutan ilalang, tepatnya di lahan perkebunan kelapa seluas 35 hektar, di dekat danau di Desa Cihuni, Kecamatan Pagedangan, di kawasan Serpong, Tangerang-Banten. Acara tersebut juga sempat dihadiri Wapres Jusuf Kalla dan beberapa pejabat tinggi lainnya. “Asas (acara ijtima ini) kesederhanaan saja,” ujar Ustadz Luthfi Yusuf, salah seorang dewan syuro gerakan dakwah Jamaah Tabligh Indonesia. Acara ijtima ini, lanjut Ustadz Luthfi, adalah untuk meneladani perjuangan Nabi shallallahu ‘alaihi wassallaam dan para sahabatnya radhiallahu ‘anhum. “(Jadi) nggak perlu hotel. Ini kan semuanya sama, berbaur. Jadi mendekat dengan perjuangan Nabi SAW dan para sahabatnya r.hum,” tambah ustadz lulusan Mesir dan Pakistan yang juga pimpinan sebuah pondok pesantren di Bajarmasin, Kalimantan Selatan ini (lihat di sini).
PKS dengan motto bersih dan peduli adalah pemenang ke-4 dalam pemilu legislatif 2009 yang lalu. Di tengah moncernya Partai Demokrat dan semakin tenggelamnya Partai Golkar, PDIP, PPP, PAN, dan PBB, PKS mampu mempertahankan perolehan suaranya. Bahkan boleh dibilang mampu memperbaiki posisinya, meskipun tidak seperti yang ditargetkan. Militansi kader dan simpatisannya membuat partai ini mampu “membiayai dirinya sendiri” dengan slogan “sunduquna juyubuna” (sumber dana kita berasal dari saku kita masing-masing). Kader dan simpatisan dari berbagai profesi dengan sukarela (ikhlas) menyumbangkan uang yang mereka punyai untuk kepentingan dakwah, meskipun secara umum, mereka bukanlah orang yang berlebih hartanya. Keikhlasan dari sebagian besar kader dan simpatisan inilah yang menjadi kunci keberhasilan PKS.
Munas PKS di Ritz Carlton dengan 2.700 peserta juga menggunakan konsep yang sama,”sunduquna juyubuna” alias urunan antar peserta musyawarah nasional tersebut, sebagaimana disampaikan Tifatul Sembiring (Lihat di sini). Sekretaris OC Munas, Yudi Widiana Adia mengatakan bahwa PKS mengeluarkan dana miliaran rupiah untuk menyukseskan acara ini. "Dana ini dibebankan kepada anggota PKS yang menjadi anggota DPR dan DPRD," tambahnya (Lihat di sini). Benarkah Ritz Carlton adalah tempat termurah (alias mendapat diskon terbesar)? Apakah PKS tidak mencurigai dengan diskon besar tersebut mengingat hotel tersebut dimiliki Tan Kian (salah seorang konglomerat bermasalah dalam kasus Asabri) dan keidentikan hotel tersebut sebagai "simbol Barat" yang sering dijadikan sasaran terorisme? Inilah beberapa pertanyaan besar yang harus dijawab petinggi PKS.
Konsep “sunduquna juyubuna” alias "patungan antara sesama kader PKS" untuk membiayai munas bernilai miliaran rupiah ini berasal dari para kadernya yang menjadi anggota DPR dan DPRD. Dugaan saya, "urunan" atau "patungan" dana tersebut termasuk dari kadernya yang menjadi pejabat negara seperti misalnya ke-4 orang menteri kabinet dan para kepala daerah yang merupakan kader PKS atau minimal didukung PKS. Cukupkah gaji atau penghasilan mereka untuk membiayai Munas tersebut? Mari kita coba berhitung secara "kasar plus awam" terkait keuangan anggota DPR/DPRD.
Untuk anggota DPR pusat, dengan total penghasilan kurang lebih Rp 46 juta/ bulan, rata-rata uang yang bisa mereka kantongi adalah sebesar 50% dari penghasilannya. Hal ini terkait banyaknya potongan untuk sumbangan partai (biaya operasional partai) dan berbagai bentuk sumbangan-sumbangan kepada konstituen. Dengan penghasilan bersih yang bisa dibawa pulang sekitar Rp 23 juta, berdasarkan pengamatan saya, secara umum, penghasilan bersih tersebut digunakan oleh anggota DPR dari PKS tersebut untuk keperluan sebagai berikut:

  • cicilan mobil (sekitar Rp 5 juta per bulan selama 4 tahun),

  • cicilan rumah (sekitar Rp 4 juta per bulan selama 15 tahun), dan

  • berbagai cicilan lainnya kurang lebih Rp 1 juta per bulan.

  • keperluan rumah tangga (belanja, bayar sekolah, kesehatan, rekreasi, dll) rata-rata biaya yang dikeluarkan Rp 7 juta per bulan

  • operasional sehari-hari sebagai anggota DPR, rata-rata sebesar Rp 5 juta-an.
Total pengeluaran di atas sebesar Rp 22 juta per bulan. Jadi secara teoritis, sisa uang yang bisa dipakai untuk menyumbang Munas ini adalah Rp 1 juta per bulan. Jika dihitung sejak dilantik sebagai anggota DPR pada bulan Oktober 2009, maka selama 7 bulan, anggota DPR pusat tersebut bisa menyumbang sebesar Rp 7 juta per anggota. Total anggota DPR pusat dari fraksi PKS kira-kira bisa menyumbang Rp 399 juta (57 anggota x Rp 7 juta). Belum diketahui berapa jumlah anggota DPRD seluruh Indonesia dari PKS. Namun kemungkinan besar, sulit bagi mereka (anggota DPRD) yang mampu menyumbang biaya penyelenggaraan Munas ini karena untuk hadir ke Jakarta, mereka membutuhkan biaya transportasi dan akomodasi yang tidak kecil. Sedangkan dari anggota kabinet dan kepala daerah dari PKS dengan gaji/penghasilan lebih kecil dibanding anggota dewan, secara teoritis sulit sekali mereka bisa berperan besar menjadi donatur dalam Munas PKS ini yang ditaksir berjumlah puluhan miliar. Lalu darimana PKS menutup defisit biaya tersebut?
Konon dalam berbagai penyelenggaraan Munas yang diadakan partai politik, peran pengusaha atau pihak lain yang mempunyai kepentingan sangat besar. Merekalah donatur atau sponsor sebenarnya yang bisa menutup biaya untuk penyelenggaraan, transportasi, akomodasi, dan biaya asesoris lainnya. Sebagai donatur/sponsor, apakah pengusaha/pihak ketiga tersebut seikhlas kader/simpatisan PKS dan tidak mengharapkan suatu (keuntungan materi) apapun? Wallahu a'lam Bish-Shawabi. Semoga PKS tetap menjujung tinggi dan konsisten dengan slogan “bersih”. Amin
Demikian juga dengan slogan “peduli”; semoga PKS tidak melupakan jutaan rakyat yang kelaparan dan hidup di bawah garis kemiskinan sebagaimana digambarkan di bawah ini. Semoga nasib mereka yang akan dimusyawarahkan di Ritz Carlton pada tanggal 16-20 Juni 2010, bisa lebih baik. Amin.
Photobucket

Tidak ada komentar:

Posting Komentar