Search Engine

Selasa, 18 Mei 2010

Ada Apa dengan Pimpinan KPK?


Berita ditariknya 4 penyidik KPK menjadi Gadik (Tenaga Pendidik) di Secapa Sukabumi seolah tenggelam oleh riuh-rendah penangkapan dan penahanan Komjen Susno Duadji. Berita ini kembali mengingatkan kita akan peristiwa ditariknya Direktur Penyidikan dan Direktur Pengaduan Masyarakat dari KPK secara tiba-tiba dengan alasan rotasi atau dibutuhkan organisasi Polri. Seperti biasa, KPK selalu tergagap menghadapi peristiwa yang sering berulang ini. Bahkan sudah bisa dipastikan, KPK tidak siap alias tidak punya “contigency planning” ketika misalnya saja penyidik dari Polri dan Jaksa Penuntuk Umum dari Kejaksaan Agung ditarik semuanya dari KPK. Jika hal ini terjadi, maka sudah bisa dipastikan KPK akan lumpuh dan otomatis pemberantasan korupsi juga akan berjalan di tempat.
Sampai saat ini, Polri masih menganut sistem komando terpusat sebagai upaya untuk mempermudah koordinasi pasukan di berbagai tempat. Sistem administrasi (pembinaan) kepegawaian personil Polri di KPK masih menginduk pada Mabes Polri. Kasus ditariknya Direktur Penyidikan dan Direktur Pengaduan Masyarakat dari KPK beberapa waktu dan kasus ditariknya 4 penyidik KPK yang sedang melakukan penyidikan kasus Anggoro, kasus Mirandagate, dan kasus Anggodo, membuktikan bahwa Mabes Polri masih mengontrol secara penuh keberadaan personil Polri di KPK.
Setiap saat personil KPK yang berasal dari Polri bisa ditarik. Pertanyaannya adalah mungkinkah para penyidik KPK ini bisa bertindak independen dalam melaksanakan tugasnya di KPK ? Atau beranikah mereka bertindak secara profesional dan proporsional dalam menangani kasus ketika ada intervensi dari Mabes Polri atau dari atasannya atau dari seniornya ? Atau setidak-tidaknya,beranikah mereka menjaga kerahasiaan informasi dalam penanganan kasus ketika Mabes Polri meminta informasi tersebut ? Yang bisa menjawab secara pasti pertanyaan-pertanyaan ini adalah personil KPK yang berasal dari Polri itu sendiri. Publik hanya bisa berpikir logis bahwa dengan kondisi seperti di atas, maka Mabes Polri kemungkinan besar bisa melakukan intervensi secara tidak langsung ke KPK. Dengan demikian, berhasil-tidaknya KPK dalam menangani kasus, masih bisa dikontrol oleh Mabes Polri.
Sungguh menjadi hal yang mengherankan, peristiwa berulang ditariknya personil inti dari KPK selalu membikin “goncang” atau “oleng” kapal besar yang bernama KPK. Peristiwa-peristiwa yang disebutkan di atas, termasuk rencana penarikan 25 pegawai BPKP oleh Kepala BPKP, Komjen (purn) Didi Widayadi yang juga sempat membuat pimpinan KPK kelabakan, ternyata tidak membuat pimpinan KPK sebagai nahkoda kapal, sadar atau berusaha menyiapkan diri untuk menghadapi goncangan itu. Ada pendapat sebagian ahli hukum yang menyatakan bahwa sesuai KUHAP, KPK tidak berhak mengangkat penyidik sendiri. Inilah yang membuat pimpinan KPK selalu ragu-ragu untuk mengangkat penyidik secara independen. Oleh karena itu, dalam tulisan ini, penulis mencoba membedah kewenangan KPK dalam mengangkat pegawai KPK non Polri dan Jaksa menjadi penyidik.
Beberapa ketentuan dalam UU 30/2002 tentang KPK yang relevan dengan wacana mengangkat penyidik mandiri adalah sbb:1.Ps. 3 - “KPK adalah lembaga negara yg dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun“. Berdasarkan ketentuan ini, KPK merupakan lembaga independen yang bebas dari pengaruh (tidak diatur atau dikontrol) oleh lembaga lain (eksekutif, yudikatif, legislatif) termasuk dalam pengangkatan pegawai & pengangkatan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum. Penafsiran pasal 39 yang menyatakan bahwa penyidik KPK harus berasal dari Polisi dan Jaksa secara tidak langsung terbantahkan dengan argumentasi yang diuraikan di atas, dimana Polri bisa melakukan intervensi secara tidak langsung atas penyidik KPK yang berasal dari Polri. Intervensi tersebut membuat KPK menjadi tidak independen.
2. Ps. 21 ayat (1) - “KPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri atas:(a) Pimpinan,(b) Tim Penasehat,(c) Pegawai KPK sebagai pelaksana tugas.”
Pegawai KPK sebagai pelaksana tugas (dari Pimpinan). Artinya pegawai KPK adalah perwujudan pimpinan (wakil pimpinan) dalam jumlah banyak untuk melaksankan tugas sesuai dengan kewenangan yang “sama” dengan pimpinan. Pasal 21 Ayat 4 menyatakan bahwa “Pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut umum”. Sedangkan Ps. 29 huruf d. menyebutkan tentang persyaratan “untuk menjadi pimpinan KPK adalah berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yg memiliki keahlian dan pengalaman sekurang-kurangnya 15 tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan, atau perbankan”. Keahlian dan pengalaman 15 tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan atau perbankan menurut ketentuan ini tidaklah dapat dikumulatif dari empat bidang tersebut tetapi berdiri sendiri karena syarat ini bersifat fakultatif-disjunctive (atau). Jadi sebagai perwujudan dari pimpinan, pegawai KPK dengan latarbelakang sarjana hukum atau sarjana lainnya yang memiliki keahlian dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan, atau perbankan, dapat menjadi penyelidik, penyidik, atau penuntut umum. Jika untuk pimpinan KPK diperlukan pengalaman 15 tahun, maka menurut saya untuk pegawai yang diangkat menjadi penyidik minimal berpengalaman dalam bidang tugasnya 3-5 tahun.
3.Ps. 24 ayat (2) - “Pegawai KPK diangkat sbg pegawai karena keahliannya“.Korupsi adalah kejahatan kerah putih (white collar crime) yang sebagian besar melibatkan transaksi keuangan, menggunakan teknologi canggih, memanfaatkan loop holes dari peraturan perundang-undangan yang ada, dst. Jadi pemberantasan korupsi dengan pendekatan parsial (hanya mengandalkan pada satu keahlian misalnya keahlian seorang Polisi) merupakan pendekatan konvensional yang telah terbukti gagal. Oleh karena itu diperlukan upaya luar biasa dengan cara menggabungkan berbagai keahlian pegawai yang ada di KPK untuk melakukan upaya-upaya progresif.
4. Ps. 39 ayat (1) - “Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku dan berdasarkan UU 31/1999 jo UU 20/2001, kecuali ditentukan lain dalam UU ini“. Ayat 1 menunjukkan bahwa UU ini merupakan lex specialis artinya hal-hal yang diatur dalam UU ini, namun juga diatur oleh UU lain, maka peraturan dalam UU lain menjadi tidak berlaku. Jadi, jika KUHAP mengatur bahwa penyelidik dan penyidik hanyalah dari Polri (plus penyidik PPNS), maka ketentuan tersebut menjadi tidak berlaku karena sudah diatur tersendiri tentang kewenangan KPK untuk mengangkat penyidik secara independen.
5. Ps. 43, 45, 51 (1) - “Penyelidik/penyidik/penuntut umum adalah Penyelidik/penyidik/penuntut umum pada KPK yg diangkat dan diberhentikan oleh KPK”.Ini adalah pasal yang secara tegas dan jelas menyatakan kewenangan KPK untuk mengangkat penyidik secara independen.
Jadi jika secara kronologis kita ikuti pembahasan pasal demi pasal di atas, maka tidak ada alasan untuk tidak berani mengaplikasikan pasal-pasal ini yaitu setelah semua diputihkan/dibebastugaskan dari jabatannya di instansi asal dan diangkat menjadi pegawai KPK, maka KPK berwenang mengangkat pegawainya tersebut menjadi penyelidik, penyidik, penuntut umum dengan memperhatikan keahliannya.
Perbedaan pendapat atau penafsiran lain atas pasal-pasal di atas yang berbeda 180ยบ dari apa yg diuraikan di atas merupakan keniscayaan. Oleh karena itu dibutuhkan keberanian pimpinan KPK untuk mengangkat semua pegawai KPK yang memenuhi syarat menjadi penyidik, tidak peduli mereka berasal dari Polri, PNS, Swasta, Kejaksaan Agung, atau dari unsur masyarakat lainnya. Dengan demikian, KPK benar-benar tidak bisa diintervensi baik secara langsung maupun tidak langsung. Kalaupun ada perbedaan pendapat, biarlah nanti hakim yang akan menguji sah tidaknya pengangkatan ini di pengadilan.
Berdasarkan uraian di atas, maka tidak ada alasan bagi pimpinan KPK untuk tidak berani mengangkat pegawai selain dari Polri dan Kejaksaan Agung terutama yang memiliki keahlian khusus sebagaimana diatur dalam UU untuk menjadi penyidik. Pertanyaannya adalah apa yang membuat pimpinan KPK seolah-olah membiarkan “dirinya” diintervensi pihak lain, “didikte” pihak lain, dan tidak berani menjadikan KPK sebagai lembaga independen? Ada apa dengan Pimpinan KPK?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar