Search Engine

Jumat, 25 Juni 2010

Layakkah OC Kaligis Menjadi Pimpinan KPK?

Pendaftaran calon ketua KPK sudah dibuka pada 24 Mei 2010 yang lalu. Sudah sekitar 63 orang yang mendaftar sampoai hari kamis (27/5) kemarin. Latar belakang profesi mereka bermacam-macam, mulai dari sosok “intel”, “presiden” Negara Islam Indonesia, LSM, bankir, pensiunan jenderal, hingga sosok advocat yang pernah membela koruptor. Diantara mereka, salah satu sosok yang menonjol adalah sosok O.C. Kaligis. Advokat senior yang pernah membela beberapa klien yang menjadi “klien” KPK, diantaranya adalah Abdullah Puteh (eks Gubernur Aceh), Agus Supriadi (eks Bupati Garut), Arthalita Suryani alias Ayin, dan terakhir kasus Anggodo Wijoyo.

Prof. Dr. (Jur) Otto Cornelis Kaligis, SH., MH adalah identitas lengkap seorang O.C. Kaligis (OCK). OCK sudah malang melintang di dunia advokasi sejak tahun 1966. Dengan jam terbang 44 tahun sebagai advokat, OCK banyak menangani beragam kasus hukum, sehingga yang bersangkutan dijuluki “Manusia Sejuta Perkara”. Kliennya pun beraneka ragam mulai dari si Miskin dan si Lemah seperti ketika membela Sudarto, residivis yang ditembak aparat polisi yang dibelanya tanpa bayaran. Atau juga ketika OCK membela David-Kemat yang dituduh sebagai pembunuh dan kasus Prita Mulya Sari. OCK juga sering membela manusia top seperti konglomerat Samadikun Hartono, Djoko S Tjandra sampai mantan Presiden Soeharto dan B.J. Habibie. Kemampuannya dalam “ilmu marketing” dan “ilmu komunikasi” serta kemampuannya mendekati media massa membuat namanya semakin dikenal publik.

Tak salah kiranya banyak pihak yang berurusan dengan hukum, meminta OCK menjadi advokatnya. Seorang konglomerat yang sedang terlilit masalah hukum, sempat penulis tanya, kenapa yang bersangkutan memilih OCK sebagai pengacaranya. Dengan ringan sang konglomerat menjawab bahwa semuanya atas saran mantan petinggi negara ini. Rekomendasi mantan orang besar di negara ini jelas bukanlah rekomendasi sembarangan. Artinya OCK telah diakui kepiawaiannya menangani berbagai kasus hukum.

OCK yang dilahirkan di Makassar pada 19 Juni 1942, merupakan lulusan Faculty of Philosophy, University of Rheinish Westfalische Technische Hochschule at Aachen, Germany ini. Gelar Doktor di bidang Ilmu Hukum diprolehnya dari Universitas Padjajaran tahun 2006. Ia dikukuhkan menjadi Guru Besar Universitas Negeri Manado sejak 1 Agustus 2008, dalam bidang ilmu hukum pidana, hukum acara, praktik pembuatan kontrak, dan praktik pembuatan akte. Pria yang menguasai bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Latin di samping bahasa Indonesia, bahasa Bugis, bahasa Sunda, dan bahasa Jawa ini telah membukukan setidaknya 60 judul buku.

OCK dikenal bertangan dingin dalam menangani suatu perkara hukum. Sebagian besar kliennya puas dengan kinerjanya. Bahkan banyak tersangka yang bebas dari jerat hukum seperti Ali Mazi, SH (Gubernur Sultra dalam perkara korupsi perpanjangan hak guna bangunan (HGB) Hotel Hilton), Nurdin Halid (kasus korupsi distribusi minyak goreng), ECW Neloe (Dirut Bank Mandiri dalam kasus korupsi Bank Mandiri), Prof. dr. Ida Bagus Oka (mantan Gubernur Bali yang tersangkut kasus dugaan korupsi di Yayasan Bali Dwipa), Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto (kasus dengan PT Goro Batara Sakti), Samadikun Hartono (Presiden Komisaris PT Bank Modern dalam kasus penyelewengan BLBI), sampai HM Soeharto (mantan presiden dalam berbagai kasus seperti kasus yayasan supersemar).

Kegemilangan prestasi OCK membentur “tembok tebal” ketika berhadapan dengan KPK. Klien OCK seperti Abdullah Puteh, Agus Supriadi, dan Ayin gagal “diselamatkan” OCK. Meskipun seluruh kemampuan dan keahliannya telah dikerahkan, Hakim Pengadilan Tipikor tetap menghukum mereka bertiga. Kelihaian OCK sebagai pengacara, misalnya dalam membela eks Gubernur Aceh Abdullah Puteh, dapat kita nikmati dalam bukunya yang berjudul Kumpulan Kasus Menarik jilid I. OCK juga membela mati-matian Ayin dalam perkara penyuapan kepada Jaksa Tri Urip Gunawan. Rekaman suara pembicaraan Ayin dan Urip yang begitu gamblang, diragukan keabsahannya oleh OCK. Bahkan sempat terdengar skenario pinjaman untuk usaha perbengkelan terkait pemberian uang US$ 600 ribu dari Ayin kepada Urip. Dalam persidangan memang tidak terungkap siapa aktor di balik skenario tersebut, meskipun menurut Ayin skenario tersebut sudah dikonsultasikan. Nah, dikonsultasikan kepada siapakah skenario pinjaman untuk usaha perbengkelan tersebut? Menanggapi hal tersebut OCK mengatakan, “Saya sendiri nggak tahu itu sebab tidak ada dalam berkasnya.” Sekarang OCK dalam posisi sebagai pengacara Anggodo Wijoyo dalam kasus percobaan penyuapan kepada pimpinan KPK yang rekaman pembicaraan Anggodo dengan berbagai pihak sempat menghebohkan ketika diputar di gedung MK dan saat ini menjadi terdakwa di Pengadilan Tipikor dalam kasus percobaan penyuapan kepada pimpinan KPK.

Dengan latarbelakang pendidikan dan pengalamannya dalam bidang litigasi tersebut, salah satu persyaratan calon ketua KPK tentang kapabilitas, yaitu lulusan sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman minimum 15 tahun tentu saja dapat dengan mudah dipenuhi oleh OCK. Hard Competence atau Hard Skill yang dipunyai OCK jauh melampaui persyaratan minimal seorang calon pimpinan KPK. Bagaimana dengan persyaratan lainnya?

Pasal 29 UU 30 Tahun 2002 tentang KPK menyebutkan kriteria untuk calon pimpinan KPK, yaitu WNI, bertakwa, sehat jasmani dan rohani, lulusan sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman minimum 15 tahun, berusia minimum 40 tahun dan maksimum 65 tahun, tidak pernah melakukan perbuatan tercela, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi.

Tembok besar yang dihadapi OCK ketika mendaftarkan dirinya menjadi calon pimpinan KPK adalah usia. Saat ini, OCK telah berusia 68 tahun atau telah lewat 3 tahun dari batas maksimal usia calon pimpinan KPK. Menyikapi hal ini, OCK berencana mengajukan uji materi (Judicial Review) atas pasal 29 UU 30 Tahun 2002 ke Mahkamah Konstitusi. “Kalau mengenai umur akan saya ajukan (judicial reviews), kalau misalkan saya (dipermasalahkan/ red) berusia 65. Tapi, itu hak asasi saya. Saya akan mengajukan ke MK nanti. Itu urusan kecil. Kalau usia yang penting hak perdata saya, saya punya hak asasi selama otak saya masih sehat,” ujar OC Kaligis (sumber).

Menarik untuk mencermati kegigihan OCK untuk melawan rintangan ini. Padahal dalam suatu kesempatan OCK menyatakan akan mundur sebagai advokat kala usianya sudah 60 tahun. “Ya, setelah ini saya sadar apa yang disebut sebagai usia senja. Ambisi lain saya adalah lebih mendekatkan diri kepada Yang Kuasa. ltu saja. Dalam usia 60 tahun kita musti membuat satu persiapan bahwa suatu waktu, mati itu tidak bisa dielakkan. Sebagai orang yang percaya, pada saat itu kita musti bilang kepada Pencipta kita, “Tuhan, saya sudah siap. Saya memohon ampun atas segala dosa saya dan saya sudah siap menghadapi segala-galanya, menghadapi Engkau. ltu saja” (sumber) Nah, konteks peryataan OCK dalam hal ini bisa saja dimaknai bahwa keinginannya mendaftar sebagai calon pimpinan KPK sebagai pengabdiannya kepada negara ini atau cara mendekatkan dirinya pada Yang Maha Kuasa. Namun di balik itu juga bisa dimaknai adanya ketidakkonsistenan seorang OCK (dalam masalah umur).

OCK sendiri menyatakan bahwa tujuannya menjadi pimpinan KPK yakni ingin membenahi carut-marut internal KPK saat ini. KPK saat ini dianggapnya banyak melakukan pelanggaran hak asasi para tersangka, mulai dari tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan. OCK juga menduga bahwa pengadaan alat sadap digelembungkan harganya atau mark-up. “Tidak transparan dalam segala bidang, termasuk pengadaan alat-alat sadap, yang menurut informasi di-mark up, biaya operasional yang tidak transparan, dan tidak diperkenankannya BPK mengaudit KPK. Bahkan, OCK juga sudah bersiap-siap membongkar kasus korupsi Bibit-Chandra sebagaimana ditulisnya dalam buku setebal 698 halaman dengan judul “Korupsi Bibit dan Chandra”.

Persyaratan berikutnya yang diperkirakan bakal menghadangnya adalah syarat bahwa calon pimpinan KPK tidak pernah melakukan perbuatan tercela, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi. Menanggapi hal ini OCK menjawab dengan tegas bahwa dalam perjalanan karirnya, sudah banyak dia terlibat aktif memberantas korupsi (ada buku yang memuat tentang komitmen dan kiprahnya dalam melakukan pemberantasan korupsi). Misalnya, OCK pernah memasukkan seorang hakim yang bernama Hatta karena telah menerima suap Rp 60 juta untuk meringankan putusan. OCK juga pernah memasukkan jaksa, polisi, perwira tinggi TNI ke dalam penjara karena kasus korupsi. Bahkan tahun 1983, OCK pernah dibilang “gila” karena pernah membongkar kasus pada saat pengacara senior seperti Adnan Buyung Nasution atau Todung Mulya Lubis tidak berani untuk membongkar kasus tersebut (Rakyat Merdeka, 29 Mei 2010 hal. 3).

OCK mengaku bahwa menurut perhitungannya, selama menjadi pengacara, hanya sekitar lima persen saja dirinya berperan sebagai kuasa hukum koruptor. OCK berkilah bahwa tindakannya tersebut merupakan perintah undang-undang tentang peran dan kewajiban seorang pengacara. Bahkan ketika saat dimintai tanggapannya lagi soal track record-nya yang sering mendampingi kasus korupsi, OCK sempat menjawabnya dengan sewot. “Begini saja, kalau Anda tahu saya korupsi, silakan Anda laporkan. Tapi, kalau laporan Anda salah, Anda masuk penjara. Kalau laporan Anda benar, saya yang masuk. Tidak usah kita ngomong macam-macam, ” ujarnya.

Sah-sah saja memang ketika OCK mengatakan bahwa dirinya mempunyai track record yang baik dan berintegritas. Integritas bisa diartikan bahwa apa yang ada di hati dan yang kita ucapkan, yang kita pikirkan dan yang kita lakukan adalah sama. Integrity can be regarded as the opposite of hypocrisy. Lawan dari integrity adalah munafik. (wikipedia). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa perbuatan tercela adalah perbuatannya atau tindakannya tidak sesuai dng perkataannya. Jadi seseorang yang pernah melakukan perbuatan tercela bisa dikategorikan munafik atau orang yang tidak berintegritas.

Berbicara masalah integritas, menarik sekali apa yang dikatakan Hotman Paris Hutapea, di New York Times. Hotman Paris Hutapea adalah salah seorang advokat terkenal yang kebetulan juga pernah bekerja di O.C. Kaligis & Associates (kantor pengacara milik OCK). “If I say I’m a clean lawyer, I’ll be a hypocrite, that’s all I can say. And if other lawyers say they are clean, they will go to jail, they’ll go to hell.” (sumber). Di sini Hotman Paris percaya bahwa seorang advokat yang mengaku bersih dianggapnya sosok yang munafik. Advokat yang mengaku bersih layak masuk penjara, bahkan masuk neraka. Di atas telah dijelaskan bahwa munafik merupakan lawan kata integritas. Dengan kata lain, Hotman Paris berpendapat bahwa tidak ada advokat yang berintegritas. Apakah ini juga berlaku bagi OCK yang juga merupakan mantan mentornya?

Sulit memang mencari ukuran seseorang dikatakan mempunyai integritas atau tidak. Hanya dirinya dan Tuhan yang mengetahuinya secara pasti. Namun demikian masyarakat bisa menilainya berdasarkan track record yang dipunyainya selama ini. Begitu juga dengan OCK. Integritas adalah sesuatu yang invinsible. Sebelum ada keputusan hukum yang berkekuatan hukum tetap (inkracht), seseorang tidak bisa divonis bersalah atau dicap tidak berintegritas. Sedangkan sistem pembuktian di Indonesia menganut sistem pembuktian negatif (Negatief Wettelijk Stelsel) mensyaratkan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang dan keyakinan hakim berdasarkan alat bukti tersebut. Kondisi ini menyebabkan penyidik dan penuntut umum harus mampu menghadirkan minimal dua alat bukti yang meyakinkan hakim sehingga seseorang bisa divonis bersalah melakukan kejahatan atau perbuatan tercela. Jadi sah-sah saja jika OCK percaya diri memenuhi syarat untuk mendaftar sebagai calon ketua KPK karena sejauh ini dirinya belum pernah divonis bersalah atau terbukti melakukan perbuatan tercela.
Photobucket

Scale of Justice (Sumber: Googling)

Di samping persyaratan normatif sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 29 UU No. 30 Tahun 2002 di atas, selayaknya publik juga melihat sejarah berdirinya KPK. KPK dibentuk karena institusi penegak hukum seperti Kejaksaan dan Kepolisian terbukti gagal memberantas korupsi. Korupsi sebagai sebuah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) tidak bisa diberantas dengan cara-cara konvensional seperti apa yang dilakukan kejaksaan dan kepolisian. Oleh karena itu KPK banyak melakukan manuver-manuver luar biasa dalam memberantas korupsi, misalnya langsung menahan ketika seseorang menjadi tersangka, “menjebak” pelaku korupsi, menyadap alat komunikasi koruptor, berani melindungi penyuap atau penerima suap dalam rangka membongkar kejahatan yang lebih besar, menggeledah berbagai tempat yang dicurigai terdapat alat bukti atau barang bukti, dan seterusnya. Keberanian melakukan manuver-manuver inilah yang membuat KPK disegani dan merupakan institusi penegak hukum yang paling dipercaya di Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya syarat tambahan calon pimpinan KPK, yaitu berani melakukan manuver atau cara-cara pemberantasan korupsi yang extra ordinary (luar biasa).

KPK juga dikenal tidak kompromi ketika berhadapan dengan koruptor. Siapapun yang melakukan tindak pidana korupsi dan bisa dibuktikan atau diperoleh dua alat bukt yang sah, maka dia harus dibawa ke pengadilan tipikor. Sejarah mencatat bahwa tidak ada seorang pun yang mampu lolos dari jerat hukum kala KPK membawa koruptor maju di pengadilan tipikor atau 100% terdakwa di pengadilan tipikor divonis terbukti bersalah. Sejarah juga mencatat bahwa sudah banyak gubernur, bupati, mantan menteri atau kapolri, bahkan besan presiden sendiri yang berhasil dikirim KPK ke jeruji besi. Oleh karena itu, idealnya pimpinan KPK adalah orang-orang yang tidak banyak “hutang budi” kepada siapapun, sehingga dapat bertindak adil. OCK sudah banyak membela koruptor, berinteraksi dengan mereka, memperjuangkan kepentingan mereka, termasuk mendapatkan “fee” dari mereka. Oleh karena itu kiprahnya tersebut secara tidak sadar akan bisa mempengaruhinya untuk berjuang sesuai kepentingan kliennya atau dari sudut pandang koruptor.

Mencermati motivasi OCK yang menganggap cara-cara KPK melanggar hak asasi dan menginginkan KPK bertindak sesuai hukum acara pidana (KUHAP) yang sesuai dengan penafsirannya, maka secara tidak langsung OCK ingin agar KPK seperti kepolisian dan kejaksaan yang dianggap telah gagal memberantas korupsi (Lihat penjelasan UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK). Oleh karena itu, dengan kehadiran OCK sebagai salah seorang kandidat pimpinan KPK, maka eksistensi KPK berada dalam bahaya. Agenda pemberantasan korupsi pun berada dalam titik balik. Wallahu ‘alam Bish-shawabi.

Referensi:
http://ockaligis.com/
http://koranbaru.com/inilah-tujuan-oc-kaligis-ingin-pimpin-kpk/
http://www.tribunnews.com/2010/05/27/oc-kaligis-bakal-terganjal-jadi-kpk-1
http://www.ocklaw.com/
http://www.nytimes.com/2010/04/24/world/asia/24hotman.html
http://detik.com
http://en.wikipedia.org/wiki/Integrity
Sumber lain hasil googling


Tidak ada komentar:

Posting Komentar