Search Engine

Sabtu, 20 Maret 2010

Anggodo Tobat

Penetapan Anggodo Widjojo sebagai tersangka boleh dibilang merupakan kejutan. Anggodo melambung namanya setelah Mahkamah Konstitusi memutar rekaman berisi percakapan antara Anggodo dengan sejumlah petinggi di Kejaksaan Agung dan Mabes Polri pada tgl 3 November 2009. Publik dibuat tersentak setelah mendengar rekaman sepanjang 4,5 jam tersebut. Mafia Hukum yang selama ini masih remang-remang menjadi terang-benderang pasca pemutaran rekaman tersebut. Mabes Polri langsung memeriksa Anggodo. Tgl 4 November 2009, Tim Delapan mendesak Kapolri agar menahan Anggodo. Lewat media massa, publik juga mendesak untuk mengadili Anggodo. Ironisnya tgl 4 November 2009, Anggodo Widjojo justru secara diam-diam meninggalkan Bareskrim Polri pukul 21.25. Dengan alasan tidak cukup bukti dan tidak tahan dengan tekanan publik, Bareskrim menyerahkan penanganan Anggodo kepada KPK.

Dalam dunia pewayangan, Anggodo merupakan sosok kera (wanara) yang tengil, angkuh, seenak udelnya sendiri, jauh dari sopan santun, suka mabuk-mabukan, namun memiliki kesaktian yang luar biasa. Sifatnya sangat oportunis. Kadang membela Rama, namun di suatu saat membela Rahwana. Dalam konteks saat ini, Anggodo dikenal sebagai double agent. Suatu ketika Anggodo diutus Rama untuk menyerang Rahwana. Dengan kelicikannya Rahwana berhasil mempengaruhi Anggodo, sehingga Anggodo berbalik melawan Rama. Kekalahannya dalam pertarungan melelahkan melawan Anoman dan nasehat bijak dari Gunawan Wibisana membuat Anggodo tobat dan kembali berpihak kepada kebenaran (Rama). Anggodo kemudian berjasa besar ketika mampu merebut mahkota raja Alengka milik Rahwana. Sayang akhir hidup Anggodo tidak diketahui.

Jauh sebelum heboh di MK, Anggodo dikenal sebagai orang yang dekat dengan aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan Agung. Menurut informasi yang layak dipercaya, kantor Masaro yang terletak di Jalan Talangbetutu tersebut sering didatangi aparat kejaksaan. Percakapan Anggodo dengan Wisnu Subroto (mantan Jamintel) menunjukkan kedekatan Anggodo dengan pejabat di Kejaksaan Agung.

Anggodo merupakan saudara kandung Anggoro Widjojo, tersangka KPK dalam kasus SKRT. Di samping itu masih ada saudara kandungnya yang bernama Anggono. Jika Anggodo lebih dikenal sebagai mafioso (markus) di Kejagung dan Anggoro banyak bergerak dalam bisnis radio komunikasi di Departemen Kehutanan, maka Anggono lebih berperan sebagai Fund Manager. Konon Trio Ang ini juga mempunyai hubungan khusus dengan Ring-1 Istana. Para pejabat di Kejagung juga mafum bahwa Trio Ang ini bisa menembus Ring 1, sehingga karir mereka juga berharap dengan bekerjasama dengan Trio Ang, maka karir mereka juga bisa menanjak. Hubungan simbiosis Mutualisme (saling menguntungkan) inilah yang diduga mempererat hubungan Trio Ang dengan para pejabat Kejagung. Konon Bareskrim tidak berani melanjutkan memproses Anggodo, salah satunya disebabkan oleh akses Trio Ang ke Ring-1 Istana.

Sesaat setelah kasus Anggodo diserahkan ke KPK, dalam perbincangan dengan penyidik KPK terungkap adanya pesimisme dalam menangani kasus Anggodo. Dari perspektif yuridis, rekaman yang diperdengarkan di MK, belum bisa menunjukkan link adanya peristiwa pidana. Apa yang diungkap pengacara Anggodo, Bonaran Situmeang, sesaat setelah Anggodo ditahan patut direnungkan.”Perkara mana yang dihalang-halangi Anggodo terkait pelanggaran Pasal 21? SKRT?” Jika mendengar rekaman yang diputar di MK, belum ada petunjuk adanya hubungannya dengan kasus SKRT. Yang ada adalah rekayasa ke arah kriminalisasi kepada Bibit-Chandra. Apakah hal ini bisa ditafsirkan mempunyai link dengan penyidikan SKRT di KPK? Saya yakin, seperti biasanya KPK mempunyai fakta yuridis yang meyakinkan, meskipun dalam kasus ini boleh jadi KPK mengambil resiko cukup besar dengan harapan pada fase penyidikan akan bisa menambal bolong-bolong dalam fase penyelidikan. Namun melihat KPK berani menahan Anggodo, artinya KPK sudah sangat yakin Anggodo melakukan tindak pidana.

Pendapat Komaruddin Hidayat, eks anggota Tim 8, layak untuk direnungkan. Menurut Komaruddin, penahanan Anggodo, dilihat dari sisi hukum masih layak diperdebatkan (dipersoalkan). Namun demikian dari sisi rasa keadilan, melihat track record Anggodo dan bagaimana manuvernya dalam 4,5 jam percakapannya dengan pejabat tinggi Kejagung, penetapan Anggodo sebagai tersangka memenuhi rasa keadilan masyarakat. Kemungkinan besar, penahanan Anggodo akan mendapat apresiasi dari sebagian besar masyarakat Indonesia.

Pertanyaan besarnya adalah bagaimana cerita Anggodo selanjutnya? Apakah KPK mampu berperan layaknya Anoman dan Gunawan Wibisana yang mampu menyadarkan Anggodo dan berbalik membela kebenaran dengan membuka berbagai cerita mafia hukum yang terjadi di Kejaksaan? Atau bahkan Anggodo akan menceritakan hal-hal besar dibalik suksesi pejabat Kejagung via aksesnya di Ring-1 Istana? Anggodo tobat, Gurita Mafia Hukum niscaya akan terungkap. Atau seperti kasus Ayin, KPK hanya berhenti sampai di level operator (Jaksa Urip Tri Gunawan)? Semoga Anggodo benar-benar bisa bertobat. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar