Search Engine

Sabtu, 20 Maret 2010

Kesalahan Fatal Interogasi Century

Dalam beberapa minggu ini kita disuguhkan dengan siaran langsung rapat pansus angket century. Melihat kinerja anggota dewan, sebagian besar menggunakan teknik interogasi kepada saksi-saksi yang dundang dalam rapat untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.

Yang dimaksud teknik interogasi di sini proses wawancara dilakukan dengan tekanan (minimal dari intonasi suara) dan konfrontasi dengan saksi lain atau informasi yang diperoleh sebelumnya. Sebagian besar anggota pansus gagal menjadi pendengar yang baik (good listener). Mereka sering tidak sabar untuk mendengar penjelasan saksi secara utuh, namun sering memotong pembicaraan dan menekan dengan pertanyaan-pertanyaan yang menjebak dan mencoba memberi tekanan psikologis kepada saksi. Tekanan-tekanan psikologis dengan pertanyaan-pertanyaan untuk menjatuhkan mental saksi misalnya dilakukan dengan bertanya kepada saksi yang merupakan pakar ekonomi (makro), dengan menanyakan peraturan perundang-undangan yang sangat teknis, yang kemungkinan akan menyulitkan yang bersangkutan untuk menjawab atau hal-hal lainnya yang berada di luar otoritasnya.

Tidak ada yang salah dengan apa yang dilakukan pansus angket century. Sebagaimana kita ketahui Hak Angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. (Penjelasan Pasal 27 huruf c UU no 22 Tahun 2003). Penyelidikan yang dilakukan dalam hak angket lebih mendalam dibandingkan dengan hak interpelasi (hak bertanya). Hak angket adalah satu langkah sebelum DPR mengeluarkan pernyataan pendapat bahwa presiden dan/atau wakil presiden dinyatakan melakukan pelanggaran pasal-pasal pemakzulan (impeachment articles).

Dalam tulisan ini akan diulas tentang kesalahan fatal pansus dalam mewawancarai saksi-saksi yang dihadirkan. Tampak masing-masing anggota pansus berusaha menunjukkan siapa mereka dalam menginterogasi saksi-saksi yang dihadirkan. Beberapa faktor yang mendorong dominannya pemakaian teknik interogasi antara lain adalah keterbatasan waktu, emosi kepada saksi yang banyak menjawab tidak tahu atau jawaban-jawaban normatif, atau adanya hidden agenda dan mindset dari masing-masing anggota pansus.

Teknik interogasi banyak dilakukan aparat penegak hukum untuk memperoleh informasi atas suatu peristiwa pidana. Untuk saksi atau tersangka yang baru pertama kali diperiksa, teknik tersebut sangat efektif untuk dipergunakan. Bagi yang sudah sering diinterogasi dengan cara yang sama, mereka menjadi kebal dan mengetahui teknik dan cara menghindar. Yang paling sederhana adalah dengan menjawab tidak tahu, lupa, atau paling banter adalah menjawab secara normatif. Berdasarkan penelitian, tidak lebih dari 40% tingkat keberhasilan dari metode interogasi yang konfrontasi untuk menggali informasi untuk memperoleh kesaksian atau kejadian. Teknik interogasi dan penekanan menjadi tidak produktif, seringkali terjadi penyangkalan, bahkan orang yang diinterogasi akan cenderung membentengi dirinya dan menolak untuk bekerjasama. Inilah kesalahan fatal pertama, di samping tidak efektif (hampir tidak ada informasi baru yang diperoleh), sikap arogansi anggota pansus dalam bertanya terhadap saksi (termasuk kepada wapres yang merupakan simbol negara) menimbulkan berkurangnya simpati masyarakat.

Pencarian informasi dengan teknik wawancara yang nonkonfrontasi justru lebih berhasil mengungkap fakta dan data. Pewawancara yang baik adalah seorang pendengar yang baik (Good Listener), mampu membaca bahasa tubuh orang yang diwawancarai, mengetahui secara detil kepribadian orang yang diwawancarai, berempati terhadap kondisi pihak yang diwawancarai saat peristiwa terjadi, dan yang paling penting adalah menguasai materi yang diwawancarai. Pengetahuan tentang berbagai hal tersebut akan memudahkan pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan cerdas dengan teknik melingkar (tidak langsung pada sasaran) yang mampu menggiring saksi mengatakan informasi yang sebenarnya. Teknik interview atau interogasi merupakan seni (art). Semakin kita berpengalaman dan menguasai permasalahan (materi dan interviewee), maka akan semakin banyak informasi yang diperoleh.

Dalam konteks pemeriksaan pansus, saksi-saksi yang dihadirkan adalah orang-orang yang mempunyai kapasitas elit baik terkait pengetahuan, kedudukan, pengalaman, dan pendidikan. Melihat background saksi-saksi yang dihadirkan, mereka adalah orang-orang yang biasa berargumen dengan logika dan fakta terukur, terbiasa diinterogasi/diwawancarai, dan faham ke arah mana (tujuan) pertanyaan yang diajukan pansus. Oleh karena itu, mereka cenderung bermain aman dengan mengatakan tidak tahu, lupa, bukan merupakan kewenangannya, atau maksimal akan menjawab secara normatif.

Kesalahan fatal berikutnya adalah materi-materi yang dijadikan bahan pertanyaan adalah materi-materi yang sudah diketahui umum. Belum ada fakta-fakta kejutan yang membuat saksi bertekuk lutut. Tampaknya pansus dan Tim Ahlinya kurang mampu menggali informasi-informasi tersembunyi di balik kasus Century. Mereka kurang mampu mengeksplorasi temuan-temuan BPK. Sebagaimana diketahui, rata-rata yang dipegang anggota pansus adalah laporan resmi BPK. Seharusnya pansus bisa mencari informasi langsung dari auditor yang berada di lapangan dan kertas kerja audit BPK (data mentah). Auditor yang berada di lapangan dapat menceritakan feeling dan pengetahuan mereka terhadap orang atau suatu data. Informasi ini sangat penting untuk mencari petunjuk adanya motif atau orang-orang yang berpotensi menjadi whistleblower. Kertas Kerja Audit biasanya lebih kaya informasi, meskipun belum semuanya terklarifikasi secara sempurna dan bisa ditulis dalam laporan audit. Banyak informasi yang didokumentasikan dalam kertas kerja yang tidak ditulis dalam laporan akibat belum sempurnya informasi yang diperoleh. Jadi kertas kerja audit merupakan harta karun yang sebenarnya.

Data mentah (kertas kerja audit dan infromasi daria auditor yang langsung terjun di lapangan) tersebut bisa diperkaya oleh pansus atau tim ahli yang membantunya dengan melakukan gerilya pencarian informasi pendukung (pulbaket/pengumpulan bahan keterangan). Informasi akan banyak muncul jika proses pencarian dilakukan secara sembunyi-sembunyi (clandestine). Data-data inilah yang seharusnya diolah dan menjadi amunisi mematikan dalam bertanya kepada saksi-saksi yang disiarkan secara live.

Jadi dengan teknik wawancara yang cerdas didukung amunisi informasi-informasi yang merupakan data kejutan, nicaya akan pansus angket century akan memperoleh informasi-informasi baru yang lebih dahsyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar